Senin, 22 September 2008

Filosofi Kupu-kupu

Diantara teman ada yang mempertanyakan kenapa proyek kita ini menggunakan nama kupu-kupu, bukankah kupu-kupu itu pendek usianya.

Sebenarnya penggunaan nama ini terlintas begitu saja, kalau seluruh komunitas menghendaki untuk menggantinya dengan nama lain yang lebih pas kenapa tidak, dan nama ini bukan nama yang akan diberikan pada content database nanti, tetapi hanya digunakan sebagai tempat sementara, dimana proses ini berjalan.

William Shakespeare pernah berkata apalah arti sebuah nama. Kontras dengan apa yang dikatakan Nabi, bahwa nama itu adalah doa, maka berilah nama buat anakmu dengan nama-nama yang baik. Ditinjau dari psikologi, nama akan berpengaruh pada perkembangan jiwa seseorang, rasanya kita tidak lagi tega menamai seseorang dengan panggilan si bodoh, atau nama panggilan lain yang tidak baik buat jiwa.

Ketika membuat blog ini belum terpikir untuk menamainya dengan nama yang apa, lalu terlintas saat Bu Luki beberapa kali menyebutkan pribahasa bahwa pustakawan itu mempunyai tugas yang mulia, laksana "Kupu-kupu di ladang ilmu".

Lalu saya pun teringat pada Ramadhan tahun lalu ketika diminta menyampaikan kultum dalam sebuah pengajian orang "Minang". Ramadhan bagi saya adalah laksana kepompong, sebuah media metamorfis hamba Allah dimana dalam 11 bulan berlalu begitu menurutkan nafsu, maka selama sebulan penuh di Ramadhan ini, kita diminta untuk mengendalikan hawa napsu itu. Orang-orang yang beriman diminta oleh Allah untuk melaksanakan sebuah kewajiban yang khusus di bulan Ramadhan yaitu ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya.

Dalam kepompongnya kupu-kupu bertapa, bertafakur, bertasbih untuk menyiapkan diri menjadi mahluk baru, yang lebih baik. Kupu-kupu dan ulat sebenarnya adalah mahluk yang sama, namun setelah melewati pertapaan, sungguh jauh berbeda tabiatnya. Ulat adalah binatang yang dipandang menjijikan, rakus, memakan semua daun dimana dia berada, dan para petani buah memandangnya sebagai hama (ingat dahulu ada kasus di Pasar Minggu, semua kebun jambu habis dimakan sang ulat). Sampai akhirnya dia menuju kehidupan kedua, melalui sebuah pertapaan, tanpa makan dan minum (juga kawin) .

Setelah melewati pertapaan dalam kepongpong, maka berubahlah dari ulat yang menjijikan menjadi kupu-kupu yang cantik. Dari binatang yang rakus memakan daun menjadi binatang yang terbang dari satu putik ke putik lain, menghirup sari madu yang manis. Dari ulat yang bersifat hama menjadi binatang yang membantu proses penyerbukan. Dan setelah menjadi kupu-kupu inilah dia berhak untuk kawin, sebagai sarana untuk melanjutkan generasinya.

Betul memang usia kupu-kupu itu sangat singkat, malah sayapnya terkesan rapuh. Namun bukankan tugasnya di dunia sudah dilaksanakan. Seperti kata Chairil Anwar, sekali berarti sudah itu mati. Maka sekalipun hidupnya singkat tetapi dia telah melaksanakan tugas mulianya. Atau bila kita balik bisa diungkapkan janganlah mati sebelum berarti, atau buktikan dirimu berarti sebelum mati menghampiri.

Benarkah ungkapan ini?, Wallahu alam bisawab.Karena sesungguhnya, kebenaran hanyalah milik Allah SWT.

Ada yang mau berpendapat?

Tidak ada komentar: